Hal itu dinyatakan Staf Ahli Menteri Percepatan Daerah Tertinggal (PDT) Rahmat Tatang disela-sela Rapat Kordinasi Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan di Daerah Tertinggal di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Rabu (6/6/2012).
“Membangun infrastruktur tidak sejajar dengan percepatan ekonominya. Seperti membangun jalan lalu ekonomi tumbuh. Kalau pemikirannya seperti itu, yang tumbuh orang-orang kuat. Yang lemah minggir ke pedalaman. Karena itu yang dibangun adalah bagaimana masyarakaat menjadi perlu. Pembangunan ekonomi didukung dengan membangun manusiawi yang memadai, pendidikan, kesehatan, ekonomi masyakat,“ kata Rahmat Tatang.
Tatang pun menegaskan, pemerintah daerah tidak perlu malu dengan berbasis pertanian ataupun perkebunan.
“Di dunia, tidak ada pemerintah yang bangkrut karena berbasis pertanian. Bahkan Brasil mampu mengalahkan kapitalis dengan pertanian. Kebijakan Kabupaten Sintang sudah betul, berbasis pertanian dan perkebunan,“ ungkap Rahmat Tatang mendukung.
Menurut Bupati Sintang, perkebunan dan pertanian menjadi pilihan karena 80 persen penduduk mengandalkan ekonomi pada 2 sektor tersebut.
“Beginilah realita fakta yg kita hadapi. Dengan luas 21.000km2, ini lebih luas dari propinsi Banten. Jumlah penduduk kami 369.000 jiwa, 80 persen bekerja di perkebunan dan pertanian. Karet, sawit, lada, kakau, kopi. Persoalan kami adalah pupuk. Kami minta gudang pupuk yang bisa mencover kabupaten disini,“ tukas Bupati Sintang Milton Crosby dalam kesempatan bersamaan.
Sintang merupakan wilayah berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia. Untuk mencapai Sintang dapat menggunakan pesawat kecil dari ibukota propinsi Kalbar, Pontianak selama 45 menit. Namun karena tiket yang mahal, warga masyarakat lebih sering menggunakan kendaraan darat yang memakan waktu hingga 10 jam untuk jarak 400 km. Sementara jalan alami melewati Sungai Kapuas, mulai ditinggalkan kecuali untuk distribusi sembako.
(Ari/mad)
Sintang merupakan wilayah berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia. Untuk mencapai Sintang dapat menggunakan pesawat kecil dari ibukota propinsi Kalbar, Pontianak selama 45 menit. Namun karena tiket yang mahal, warga masyarakat lebih sering menggunakan kendaraan darat yang memakan waktu hingga 10 jam untuk jarak 400 km. Sementara jalan alami melewati Sungai Kapuas, mulai ditinggalkan kecuali untuk distribusi sembako.
(Ari/mad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar