Selasa, 19 Juni 2012

PETANI MESTI MELEK TEKNOLOGI

Petani masa kini harus mengikuti perkembangan jaman serta teknologi informasi. Bukan saatnya lagi petani hanya mengandalkan cangkul dan sabit saja. Mereka pun dituntut untuk memegang laptop dan melek terhadap internet. Tetapi bukan berarti mengabaikan tugas pokok bercocok tanam mengolah lahan pertanian. Justru dengan bantuan teknologi, hasil pertanian bisa lebih berkembang secara pesat bahkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Persepsi demikian sudah tertanam dalam benak Hendra "Kribo" sejak dirinya merintis pertanian berbasis organik pada tahun 2002 lalu. Bahkan dari hasil pertanian tersebut dirinya mampu menyejahterakan anggota keluarganya hingga masyarakat yang bermukim di lingkungan Desa Mekarwangi, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya.
Ketika memutuskan berhenti dari pekerjaannya lamanya sebagai guide turis di pulau Bali dan pindah haluan menjadi petani organik, Kang Kribo --panggilan akrab lelaki berusia 53 tahun ini, telah menemukan jalan hidupnya. Bertani padi organik menjadi tumpuan utama dia hingga mampu menyekolahkan ke-4 orang anaknya. Bahkan yang paling besar kini kuliah di Institut Pertanian Bogor. 
Hasil pertanian organik yang ia kembangkan bahkan telah dilirik oleh beberapa negara besar, seperti Jepang, Malaysia, Australia, bahkan Amerika. Tidak jarang pula Kang kribo keliling dunia hanya untuk sekedar memberikan kelas kuliah khusus bagi para profesor pertanian di sejumlah negara tersebut. Beberapa kali ia pun sempat ditawari guna melakukan kontrak kerja menjadi fasilitator pertanian di negara-negara adikuasa. Tetapi demi tanah air, tawaran tersebut tentu saja ditolaknya mentah-mentah, dan Kang Kribo memilih menjadi petani mandiri mengandalkan 1 Ha lahan warisan orangtuanya.
Kini dengan lahan pertanian yang terus bertambah, Kang Kribo makin mempertajam sistem pertanian organik. Pola ini lebih menguntungkan dari pada pertanian konfensional yang masih ketergantungan terhadap pupuk urea serta pestisida kimia. Pasalnya hasil pertanian organik ternyata bisa berlimpah 3 kali lipat bila dibanding pertanian konfensional. 
"Hasil panen tiga kali lipat dan harga jual beras organik jauh lebih lebih mahal dibanding beras biasa," ujarnya.
Meski pada awalnya ia sempat disebut orang gila, karena menanam padi hanya satu butir saja untuk setiap rumpunnya, tetapi kini setelah mereka melihat hasil pertanian organik, semua orang malah datang dan ingin belajar pola pertanian yang dirintis lelaki ini.
Setelah memenuhi pasar lokal dan kebutuhan keluarga, beras organik inipun mulai diimpor ke beberapa negara. Bahkan setiap tahunnya order permintaan padi organik terus bertambah. Kini tugasnya hanya satu, yakni bagaimana mengubah pola pikir petani lama yang masih ketergantuan cara konfensional guna beralih 
menjadi petani organik seperti dirinya. 
(Aris MF/ ”KP”)***

1 komentar:

  1. sudah ga jaman, lau hanya pasif..
    waktunya PETANI Indonesia maju!

    BalasHapus