Daun sisa panen sering kali dijadikan sampah atau pakan ternak. Padahal, daun sisa panen bisa bernilai jual. Di tangan siswa SMKN 1 Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, daun-daun sisa panen diolah menjadi keripik, dikemas bagus, dan diberi merek Edutekpan.
Pacet dikenal sebagai daerah penghasil sayuran. Namun, saat panen melimpah, petani tidak menikmati untung karena harga jual merosot. Berangkat dari keprihatinan melihat nasib petani, sebagai sekolah menengah berbasis program keahlian pertanian, SMKN 1 Pacet mengembangkan kreativitas dengan memanfaatkan berbagai jenis daun sisa panen. Salah satunya, daun singkong yang terbuang saat panen raya singkong. Daun yang biasanya hanya dijual untuk sayur diolah menjadi keripik berbentuk bulat pipih dengan rasa mirip keripik paru.
Daun wortel pun yang biasanya dibuang atau menjadi pakan ternak diolah menjadi keripik. Keripik Edutekpan, kepanjangan dari edukasi teknologi pengolahan hasil pertanian, ini dikemas dalam kantong plastik 100 gram dijual Rp 7.000 per bungkus.
Pengolahan keripik dari dedaunan terus dikembangkan. Daun lokatmala yang tumbuh liar di daerah pegunungan dan sering kali tidak dimanfaatkan ternyata bisa dijadikan keripik renyah yang nikmat. Produk lain produksi SMKN 1 Pacet adalah keripik bayam, cheese stick bayam merah dan hijau, pangsit jamur, serta yogurt kedelai.
Semula keripik Edutekpan hanya dipasarkan siswa di sekitar Pacet dan Cipanas yang merupakan daerah wisata. Kini, keripik yang dikembangkan pusat bisnis Edutekpan sudah merambah Jakarta dan sejumlah kota lain. Kantin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) minta dikirim rutin. Setiap minggu dikirim beragam jenis keripik 100-150 bungkus. Keripik ini juga menjadi salah satu camilan saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar acara mantu di Cipanas.
Dalam berbagai pameran di Jakarta dan kota-kota lain ataupun kunjungan sekolah lain atau masyarakat ke SMKN 1 Pacet, beragam keripik Edutekpan terjual habis. Di ajang pameran, siswa mengemas lima jenis keripik dalam tas didesain khusus. Dengan harga jual Rp 35.000- Rp 40.000, keripik bisa terjual hingga 200 paket.
Kantong plastik ataupun tas kertas untuk mengemas keripik diproduksi sendiri oleh siswa. Stiker Edutekpan didesain siswa program keahlian teknik komputer jaringan.
”Proses pengolahan dan pengemasan dilakukan di sekolah. Siswa bergiliran memproduksi keripik. Untuk tiap jenis daun, diproduksi keripik 5-10 kilogram per hari,” kata Wakil Kepala SMKN 1 Pacet Nandang Jauharudin.
Akib Ibrahim, Kepala SMKN 1 Pacet, menuturkan, sekolah mengembangkan sistem pembelajaran blok. Pembelajaran dilaksanakan selama tiga bulan khusus teori, tiga bulan berikutnya praktik lapangan.
Camilan sehat
Keripik daun singkong produksi SMKN 1 Pacet menjadi favorit masyarakat. Keripik ini diberi rasa seperti keripik paru. Tentu saja lebih sehat dan tidak mengandung kolesterol karena terbuat dari sayuran.
Cara pembuatan keripik daun ini sederhana dan bisa dilakukan dalam skala rumah tangga ataupun industri kecil.
”Kami ingin membagi pengetahuan dan keterampilan membuat keripik daun singkong ke berbagai kalangan supaya kesejahteraan masyarakat dapat meningkat, khususnya masyarakat di pedesaan,” kata Nandang.
Bahan baku utama untuk keripik daun singkong adalah daun singkong, tepung beras, tepung tapioka, dan telur. Daun singkong dicuci, direbus selama lebih kurang 15 menit, kemudian daun rebus dipotong-potong serta dicampur telur, tepung tapioka, tepung beras, dan bumbu.
Adonan dimasukkan dalam kantong plastik bulat panjang dan dikukus selama 30 menit. Setelah dingin, adonan dipotong tipis dengan ukuran yang sama, digoreng, lalu dikemas.
Pertanian hidroponik
Sekolah yang mendapat dukungan antara lain dari pengusaha Bob Sadino ini juga mengembangkan pertanian modern dengan sistem hidroponik. Tanaman seperti terung, paprika merah, kuning, dan hijau, serta tomat cherry dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar modern di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Penanaman secara hidroponik ini melibatkan siswa dengan program keahlian budidaya tanaman pangan dan hortikultura. Produksi dilakukan secara rutin karena sekolah memiliki kerja sama dengan beberapa perusahaan pemasok hasil pertanian ke pasar modern.
Untuk keperluan pertanian itu, di sekolah ini ada tiga ”rumah kaca” yang dibangun dari rangka bambu dan atap plastik.
Usep Munawar, pembimbing praktik industri dan pengelola hidroponik SMKN 1 Pacet, mengatakan, produksi tanaman pangan dan tanaman hias dari sekolah ini sudah masuk ke sejumlah supermarket besar.
”Kepercayaan dunia usaha memakai produksi pertanian hidroponik kami sudah ada. Namun, sekolah tidak bisa memenuhi semua permintaan,” kata Usep.
Demi menjaga pasokan ke perusahaan pemasok hasil pertanian, sekolah mengembangkan kemitraan dengan 20 petani di Pacet. Para petani diminta menghasilkan tanaman sesuai standar yang ditetapkan supermarket.
Kerja sama dengan petani memberikan keuntungan lain. Para siswa bisa sekaligus praktik bersama petani untuk menghasilkan produksi pertanian.
Sekolah ini juga memiliki hotel yang memanfaatkan kawasan pertanian. Ada 10 kamar yang tersedia untuk wisatawan. Fasilitas ini dikembangkan siswa dari program keahlian perhotelan dan tata boga.
Pusat pelatihan
Kemampuan SMKN 1 Pacet mengembangkan diri menjadi sekolah menengah pertanian membuat banyak pihak melirik potensinya. SMKN 1 Pacet yang berdiri tahun 2004 semula berupa sekolah kecil dalam waktu singkat menjadi salah satu SMK pertanian unggul di Indonesia.
Sekolah pun membagi pengalaman membangun keberhasilan pendidikan pertanian. Dalam sebulan, ada 4-5 kunjungan dari berbagai pihak ke sekolah ini. Belum lagi permintaan pelatihan-pelatihan terkait dengan pertanian ataupun manajemen sekolah.
Nandang mengatakan, pelatihan pembuatan keripik daun dan pertanian hidroponik banyak diminati. Yang terbaru, pihak sekolah melatih 55 pegawai Kementerian ESDM yang hendak pensiun untuk bisa berwirausaha. Selain itu, ada sejumlah SMK, organisasi perempuan mulai dari kelompok PKK dan pengajian, serta karang taruna.
Sekolah ini juga memiliki kerja sama dengan guru-guru SMK di Kepulauan Natuna sejak tahun 2010. Para guru di Natuna rutin datang untuk menimba ilmu mengembangkan SMK di wilayahnya.
Lulusan sekolah ini tiap tahun terpilih untuk ikut program magang pertanian ke Jepang. Prestasi kerja lulusan SMKN 1 Pacet di Jepang selama ini cukup bagus sehingga pihak Jepang terus memberi kesempatan magang.
Kewirausahaan pertanian yang dikembangkan sekolah ini membuktikan bahwa pertanian sesungguhnya memiliki nilai jual dan patut dikembangkan Indonesia sebagai negara berakar agraris.
Pacet dikenal sebagai daerah penghasil sayuran. Namun, saat panen melimpah, petani tidak menikmati untung karena harga jual merosot. Berangkat dari keprihatinan melihat nasib petani, sebagai sekolah menengah berbasis program keahlian pertanian, SMKN 1 Pacet mengembangkan kreativitas dengan memanfaatkan berbagai jenis daun sisa panen. Salah satunya, daun singkong yang terbuang saat panen raya singkong. Daun yang biasanya hanya dijual untuk sayur diolah menjadi keripik berbentuk bulat pipih dengan rasa mirip keripik paru.
Daun wortel pun yang biasanya dibuang atau menjadi pakan ternak diolah menjadi keripik. Keripik Edutekpan, kepanjangan dari edukasi teknologi pengolahan hasil pertanian, ini dikemas dalam kantong plastik 100 gram dijual Rp 7.000 per bungkus.
Pengolahan keripik dari dedaunan terus dikembangkan. Daun lokatmala yang tumbuh liar di daerah pegunungan dan sering kali tidak dimanfaatkan ternyata bisa dijadikan keripik renyah yang nikmat. Produk lain produksi SMKN 1 Pacet adalah keripik bayam, cheese stick bayam merah dan hijau, pangsit jamur, serta yogurt kedelai.
Semula keripik Edutekpan hanya dipasarkan siswa di sekitar Pacet dan Cipanas yang merupakan daerah wisata. Kini, keripik yang dikembangkan pusat bisnis Edutekpan sudah merambah Jakarta dan sejumlah kota lain. Kantin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) minta dikirim rutin. Setiap minggu dikirim beragam jenis keripik 100-150 bungkus. Keripik ini juga menjadi salah satu camilan saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar acara mantu di Cipanas.
Dalam berbagai pameran di Jakarta dan kota-kota lain ataupun kunjungan sekolah lain atau masyarakat ke SMKN 1 Pacet, beragam keripik Edutekpan terjual habis. Di ajang pameran, siswa mengemas lima jenis keripik dalam tas didesain khusus. Dengan harga jual Rp 35.000- Rp 40.000, keripik bisa terjual hingga 200 paket.
Kantong plastik ataupun tas kertas untuk mengemas keripik diproduksi sendiri oleh siswa. Stiker Edutekpan didesain siswa program keahlian teknik komputer jaringan.
”Proses pengolahan dan pengemasan dilakukan di sekolah. Siswa bergiliran memproduksi keripik. Untuk tiap jenis daun, diproduksi keripik 5-10 kilogram per hari,” kata Wakil Kepala SMKN 1 Pacet Nandang Jauharudin.
Akib Ibrahim, Kepala SMKN 1 Pacet, menuturkan, sekolah mengembangkan sistem pembelajaran blok. Pembelajaran dilaksanakan selama tiga bulan khusus teori, tiga bulan berikutnya praktik lapangan.
Camilan sehat
Keripik daun singkong produksi SMKN 1 Pacet menjadi favorit masyarakat. Keripik ini diberi rasa seperti keripik paru. Tentu saja lebih sehat dan tidak mengandung kolesterol karena terbuat dari sayuran.
Cara pembuatan keripik daun ini sederhana dan bisa dilakukan dalam skala rumah tangga ataupun industri kecil.
”Kami ingin membagi pengetahuan dan keterampilan membuat keripik daun singkong ke berbagai kalangan supaya kesejahteraan masyarakat dapat meningkat, khususnya masyarakat di pedesaan,” kata Nandang.
Bahan baku utama untuk keripik daun singkong adalah daun singkong, tepung beras, tepung tapioka, dan telur. Daun singkong dicuci, direbus selama lebih kurang 15 menit, kemudian daun rebus dipotong-potong serta dicampur telur, tepung tapioka, tepung beras, dan bumbu.
Adonan dimasukkan dalam kantong plastik bulat panjang dan dikukus selama 30 menit. Setelah dingin, adonan dipotong tipis dengan ukuran yang sama, digoreng, lalu dikemas.
Pertanian hidroponik
Sekolah yang mendapat dukungan antara lain dari pengusaha Bob Sadino ini juga mengembangkan pertanian modern dengan sistem hidroponik. Tanaman seperti terung, paprika merah, kuning, dan hijau, serta tomat cherry dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar modern di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Penanaman secara hidroponik ini melibatkan siswa dengan program keahlian budidaya tanaman pangan dan hortikultura. Produksi dilakukan secara rutin karena sekolah memiliki kerja sama dengan beberapa perusahaan pemasok hasil pertanian ke pasar modern.
Untuk keperluan pertanian itu, di sekolah ini ada tiga ”rumah kaca” yang dibangun dari rangka bambu dan atap plastik.
Usep Munawar, pembimbing praktik industri dan pengelola hidroponik SMKN 1 Pacet, mengatakan, produksi tanaman pangan dan tanaman hias dari sekolah ini sudah masuk ke sejumlah supermarket besar.
”Kepercayaan dunia usaha memakai produksi pertanian hidroponik kami sudah ada. Namun, sekolah tidak bisa memenuhi semua permintaan,” kata Usep.
Demi menjaga pasokan ke perusahaan pemasok hasil pertanian, sekolah mengembangkan kemitraan dengan 20 petani di Pacet. Para petani diminta menghasilkan tanaman sesuai standar yang ditetapkan supermarket.
Kerja sama dengan petani memberikan keuntungan lain. Para siswa bisa sekaligus praktik bersama petani untuk menghasilkan produksi pertanian.
Sekolah ini juga memiliki hotel yang memanfaatkan kawasan pertanian. Ada 10 kamar yang tersedia untuk wisatawan. Fasilitas ini dikembangkan siswa dari program keahlian perhotelan dan tata boga.
Pusat pelatihan
Kemampuan SMKN 1 Pacet mengembangkan diri menjadi sekolah menengah pertanian membuat banyak pihak melirik potensinya. SMKN 1 Pacet yang berdiri tahun 2004 semula berupa sekolah kecil dalam waktu singkat menjadi salah satu SMK pertanian unggul di Indonesia.
Sekolah pun membagi pengalaman membangun keberhasilan pendidikan pertanian. Dalam sebulan, ada 4-5 kunjungan dari berbagai pihak ke sekolah ini. Belum lagi permintaan pelatihan-pelatihan terkait dengan pertanian ataupun manajemen sekolah.
Nandang mengatakan, pelatihan pembuatan keripik daun dan pertanian hidroponik banyak diminati. Yang terbaru, pihak sekolah melatih 55 pegawai Kementerian ESDM yang hendak pensiun untuk bisa berwirausaha. Selain itu, ada sejumlah SMK, organisasi perempuan mulai dari kelompok PKK dan pengajian, serta karang taruna.
Sekolah ini juga memiliki kerja sama dengan guru-guru SMK di Kepulauan Natuna sejak tahun 2010. Para guru di Natuna rutin datang untuk menimba ilmu mengembangkan SMK di wilayahnya.
Lulusan sekolah ini tiap tahun terpilih untuk ikut program magang pertanian ke Jepang. Prestasi kerja lulusan SMKN 1 Pacet di Jepang selama ini cukup bagus sehingga pihak Jepang terus memberi kesempatan magang.
Kewirausahaan pertanian yang dikembangkan sekolah ini membuktikan bahwa pertanian sesungguhnya memiliki nilai jual dan patut dikembangkan Indonesia sebagai negara berakar agraris.
bagus thu sekolahnya...
BalasHapus